Diduga Ada Mafia BBM Solar di Lahan PSR Aceh Tamiang

Ketua KTNA
Ketua KTNA Aceh Tamiang, D. Yogi, S.

NALARPOS.COM, ACEH TAMIANG – Mulai tahun 2019 silam, Kabupaten Aceh Tamiang, bisa terbilang “ketiban bulan”.

Mengapa demikian?. Ya, karena Aceh Tamiang, salah satu kabupaten di Aceh mendapatkan alokasi program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), merupakan salah satu Program Strategis Nasional (PSN) dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dengan harapan program tersebut bisa meningkatkan produktivitas tanaman kelapa sawit tanpa menambah luasan lahan masyarakat.

Bacaan Lainnya

Keberuntungan Kabupaten Aceh Tamiang mendapatkan program tersebut, ternyata berlanjut pada tahun 2020, dengan luas lahan PSR dikerjakan sekitar 3.095 Hektar. Sedangkan pada tahun sebelumnya (tahun 2019) hanya seluas 1.649 Hektar. Dan program tersebut harus dikerjakan oleh pihak ketiga yang memiliki koperasi dibidang PSR.

Meski pada awal digulirkan program tersebut untuk Aceh Tamiang ada koperasi dipercaya melaksanakan kegiatan PSR itu harus berurusan dengan pihak penegak hukum, namun program alokasi PSR seakan menjadi keberuntungan permanen bagi kabupaten ujung timur Aceh tersebut, karena program itu hingga kini masih berlanjut.

Terlepas ada pemilik koperasi menjalani proses hukum terkait pelaksanan kegiatan PSR itu, ternyata dalam pelaksanaan “proyek” ratusan miliaran rupiah tersebut diinformasikan adanya dugaan praktek pemasok Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar bersubsidi untuk operasional alat berat excavator, sebagai “robot” pembersih lahan kebun kelapa sawit (replanting) milik masyarakat, dengan harga jual diluar Harga Eceran Tetap (HET) minyak solar. Dan dugaan praktek itu kabarnya berlangsung sejak awal dilaksanakan program tersebut.

Dengan adanya dugaan itu, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Aceh Tamiang, D. Yogi, S, akhirnya angkat bicara. Pria berpostur tubuh seperti “Bima” itu mengharapkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) di Aceh, khususnya Aceh Tamiang, untuk segera melakukan penyelidikan dan menangkap mafia pemasok BBM jenis solar untuk alat berat mengerjakan program PSR tersebut.

“Selama 4 tahun kegiatan program PSR tersebut belangsung, alat excavator untuk membersihakan lahan PSR diduga menggunakan BBM solar bersubsidi yang dipasok oleh mafia. Saya berharap agar APH menangkap mafianya dan diproses sesuai hukum berlaku,” ujar Yogi kepada NALARPOS.COM, via WhatsApp, Rabu (7/8/2024).

Yogi juga menerangkan, bahwa suplay (pemasok) BBM jenis solar bersubsidi untuk alat berat excavator mengerjakan “proyek” Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) tersebut, diduga sudah ada pemainnya untuk mengantar BBM solar ke lokasi kegiatan PSR secara langsung.

Akibat ulah mafia BBM solar tersebut, tambah Yogi, kini para petani serta nelayan mengalami kesulitan untuk memperoleh kebutuhan BBM jenis solar bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang ada di Aceh Tamiang.

“Dugaan praktek curang dilakukan mafian BBM solar tersebut, tentu sangat berdampak, karena  masyarakat kini sulit untuk mendapatkan solar di SPBU, terutama bagi para petani saat ingin menggunakan alat mesin pertanian, dan nelayan kesulitan mendapatkan solar saat ingin mengoprasikan perahunya,” terang Yogi.

Tidak hanya itu, lanjut Yogi, berdasarkan informasi ia peroleh, bahwa harga solar untuk alat berat excavator dilokasi kegiatan PSR dibadrol oleh mafia BBM solar tersebut dengan harga Rp.10 ribu perliter. Sehingga harga tersebut lebih mahal dari ketetapan harga eceran di SPBU.

Selain itu, sambung Yogi, keanehan pelayanan terhadap para petani dan nelayan terjadi saat ingin membeli BBM jenis solar di SPBU harus mengikuti regulasi dari Dinas terkait. Sedangkan para mafia BBM tanpa mengikuti regulasi gampang membeli BBM solar di SPBU untuk dijual kembali kepihak pengusaha alat berat jenis excavator dengan harga mahal.

“Anggota kami sebagai petani dan nelayan tentunya sangat dirugikan. Mereka butuh solar bukan untuk ditimbun. Mereka harus bekerja demi menghidupi keluarganya. Oleh karena itu, saya berharap pihak APH segera membersihkan mafia BBM solar demi berlangsungnya kehidupan para petani dan nelayan di Aceh Tamiang,” ujar Yogi mengakhiri. (Sutrisno)

Pos terkait