Kata pendidik dalam Bahasa Arab secara bahasa memiliki kesamaan dengan istilah mu’alim, mudarris, murabbi, muaddib, dan ustadz yang berarti pelatih atau pemandu. Ahmad Tafsir berpendapat bahwa pendidik merupakan siapapun yang bertanggungjawab terhadap perkembangan peserta didik secara langsung, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Pendidik sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang Sisdiknas no 20 tahun 2003 pasal 39 ayat 2 merupakan tenaga profesional yang merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasilnya, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dengan demikian, pendidik adalah seseorang yang melatih atau memandu peserta didik agar dapat berkembang sisi kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.
Secara bahasa, kata peserta didik dalam Bahasa Arab disebut dengan tilmidz yang berarti murid yaitu seseorang yang menginginkan pendidikan. Menurut Abu Ahmadi peserta didik adalah anak belum dewasa yang perlu usaha, bantuan, dan bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa agar dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, umat manusia, warga negara, dan anggota masyarakat sebagai suatu individu. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa peserta didik merupakan anak yang menginginkan pendidikan dan memerlukan usaha, bantuan, serta bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, sehingga dapat melaksanakan tugasnya sebagai hamba Allah, warga negara, dan anggota masyarakat.
Istilah pendidik di Indonesia merujuk kepada seorang guru yang sangat berperan besar dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara menuju manusia seutuhnya berdasarkan Pancasila. Peran guru tidak terbatas hanya di ruang kelas, bahkan hingga dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat menganggap bahwa guru merupakan sosok teladan yang mampu membangun, memberikan dorongan serta motivasi. Hal tersebut menjadi tantangan bagi para guru yang menuntut prestise dan prestasi yang terpuji dan teruji. Sehingga tugas utama seorang guru adalah membersihkan dan mensucikan hati untuk mendekatkan diri kepada Allah agar ia dapat membiasakan hal tersebut kepada peserta didiknya.
Budi pekerti merupakan hal penting yang harus dimiliki guru dalam pendidikan. Peserta didik bersifat suka meniru, maka guru harus bisa menjadi teladan bagi mereka. Sebagaimana tujuan pendidikan di antaranya yaitu membentuk akhlak mulia pada diri peserta didik, dan hal tersebut dapat tercapai apabila guru berakhlak mulia. Guru dengan akhlak yang tidak baik memiliki kemungkinan kecil diberi kepercayaan untuk mendidik. Di antara akhlak mulia guru yaitu mencintai tugasnya, adil terhadap peserta didik, sabar, tenang, berwibawa, gembira, manusiawi, dan mampu bekerjasama baik dengan sesama guru maupun masyarakat. Sebagai sosok yang seluruh kehidupannya merupakan figur paripurna, maka guru harus memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola. Apabila seorang guru melakukan sedikit keburukan, wibawa dan kharismanya akan berkurang. Sehingga topik mengenai kepribadian merupakan masalah yang sangat sensitif.
Sekolah merupakan lembaga sekunder yang berperan penting terhadap perkembangan jiwa peserta didik. Selain berfungsi untuk mencerdaskan, sekolah juga berfungsi untuk membentuk watak dan kepribadian peserta didik. Dengan demikian, orang tua harus memperhatikan keadaan sekolah tempat anaknya belajarnya. Apabila sekolah tidak berfungsi dengan baik, maka peserta didik akan menjadi stress sehingga akan mengacaukan perkembangannya dan menghambat proses pembelajaran.
Keadaan mental dan emosi peserta didik sangat berpengaruh dalam proses pendidikan. Kata mental berasal dari Bahasa Latin mens yang berarti jiwa, roh, nyawa, dan semangat. Sedangkan emosi merupakan suatu kondisi biologis, psikologis, dan fisiologis, serta rasa kecenderungan untuk bertindak. Emosi bersifat lebih intens dibandingkan perasaan, sehingga perubahan yang ditimbulkan oleh emosi lebih jelas dibandingkan perasaan. Emosi positif akan mempercepat proses belajar sehingga mampu mencapai hasil belajar yang lebih baik. Demikian pula sebaliknya, emosi negatif akan memperlambat belajar bahkan menghentikannya.
Menciptakan emosi positif pada peserta didik dapat dilakukan dengan cara membentuk lingkungan belajar yang menyenangkan seperti penataan ruang kelas atau penggunaan musik untuk meningkatkan hasil belajar. Selain itu, faktor lain yang dapat mempengaruhi keadaan mental dan emosi peserta didik yaitu kepribadian pendidik. Seorang pendidik dengan kepribadian positif akan menciptakan lingkungan belajar yang positif dan kondusif bagi peserta didik.
Selain itu, kepribadian pendidik dapat mempengaruhi emosi dan mental peserta didik seperti:
1. Meningkatkan motivasi belajar. Pendidik dengan kepribadian antusias, suportif, dan penuh semangat akan membangkitkan semangat pada diri peserta didik sehingga mereka lebih termotivasi untuk belajar
2. Meningkatkan rasa percaya diri. Pendidik yang percaya akan kemampuan anak didiknya dan memberikan feedback yang baik seperti pujian dan dorongan yang menyebabkan peserta didik merasa lebih percaya diri akan kemampuan yang dimilikinya sehingga mereka lebih berani untuk mencoba dan melangkah
3. Menumbuhkan rasa aman. Kepribadian pendidik yang adil, konsisten, dan peduli akan menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi peserta didik. Sehingga mereka dapat belajar dengan tenang dan menghasilkan prestasi yang lebih baik
4. Meningkatkan kesehatan mental. Pendidik yang memiliki kepedulian terhadap kesehatan mental peserta didiknya dapat membantu mereka untuk mengatasi stress, kecemasan, dan depresi
Dengan demikian, kepribadian pendidik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kondisi emosi dan mental peserta didik. Pendidik yang berkepribadian positif akan membantu peserta didik berkembang secara optimal, baik sisi akademis maupun emosionalnya.[]
Penulis :
Nuha Nafisah, mahasiswa Pendidikan (PAI) Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani Yogyakarta (STITMA), Email : nuhanafisah2002@gmail.com